Sejarah Rendang
Rendang akan membawa kita ke salah satu daerah di
Sumatera bagian barat, yaitu Minangkabau. Bagi masyarakat Minang, rendang sudah
menjadi salah satu bagian dari kehidupan kuliner mereka sejak jaman nenek
moyang mereka. Untuk sejarah kapan pertama kali rendang diciptakan sendiri,
sayangnya tidak banyak bukti tertulis yang dapat ditemukan. Salah satu dugaan
yang muncul di kalangan para peneliti adalah bahwa panganan ini telah muncul
sejak orang Minang mengadakan acara adat mereka untuk pertama kalinya. Awal
mula sejarah rendang khas Padang ini terdengar dimana-mana mungkin terjadi
karena seni memasak ini terus berkembang dari Riau, Mandailing, Jambi, bahkan
hingga ke Negeri Sembilan yang merupakan negara bagian federasi Malaysia karena
perantau Minang yang tinggal di sana.
Catatan tentang rendang sebagai makanan tradisional
dari daerah Minangkabau ditemukan pada awal abad ke-19, namun Gusti Anan,
seorang sejarawan dari Universitas Andalas di Padang memiliki dugaan bahwa
rendang sudah mulai muncul sejak abad ke-16. Hal ini ia simpulkan dari catatan
literatur abad ke-19 dimana tertulis bahwa masyarakat Minang darat sering
bepergian menuju Selat Malaka hingga Singapura. Perjalanan tersebut mereka
lalui dengan jalur air dan bisa memakan waktu kurang lebih sekitar satu bulan.
Mengingat tidak adanya perkampungan di sepanjang perjalanan itu, para perantau
ini pasti sudah menyiapkan bekal makanan yang akan tahan hingga waktu yang
lama, dan makanan itu adalah rendang. Gusti juga menduga bahwa pembukaan
kampung baru di pantai timur Sumatera hingga Singapura, Malaka, dan Malaysia
oleh masyarakat Minang pada abad ke-16 juga sudah mengikutsertakan rendang
sebagai makanan mereka karena perjalanan tersebut butuh waktu berbulan-bulan.
Filosofi Rendang
Makanan rendang khas Padang sebagai masakan
tradisional memiliki posisi yang terhormat dalam hidup bermasyarakat di
Minangkabau. Hal ini dikarenakan bahan-bahan pembuat rendang memiliki makna
sendiri-sendiri. Bahan pertama yaitu dagiang atau daging sapi yang juga
merupakan bahan utama melambangkan niniak mamak dan bundo kanduang, dimana
mereka akan memberi kemakmuran pada anak pisang dan anak kemenakan. Bahan kedua
adalah karambia atau kelapa, yang melambangkan kaum intelektual atau yang dalam
bahasa Minang disebut Cadiak Pandai, dimana mereka merekatkan kebersamaan
kelompok maupun individu. Yang ketiga adalah Lado atau sambal sebagai lambang
alim ulama yang tegas dan pedas dalam mengajarkan agama. Bahan terakhir adalah
pemasak atau bumbu, yang melambangkan setiap individu dimana masing-masing
individu memiliki peran sendiri-sendiri untuk memajukan hidup berkelompok dan
adalah unsur terpenting dalam hidup bermasyarakat masyarakat Minang.
Masyarakat Minang percaya bahwa rendang memiliki 3
makna tentang sikap, yaitu kesabaran, kebijaksanaan, dan ketekunan. Ketiga
unsur ini dibutuhkan dalam proses memasak rendang, termasuk memilih bahan-bahan
berkualitas untuk membuatnya, sehingga terciptalah masakan dengan citarasa
tinggi.
Rendang, Sejarah dan Filosofi
Reviewed by Masih Sekulah
on
October 29, 2019
Rating:
No comments: